PT Food Station Produksi Beras Premium Oplosan, Satgas Pangan Turun Tangan
Jakarta – Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri menyita sebanyak 132,65 ton beras oplosan produksi PT Food Station (FS) karena tidak memenuhi standar mutu dan kualitas beras premium.
"Barang bukti yang disita terdiri dari beras kemasan 5 kilogram dengan berbagai merek premium produksi PT FS sebanyak 127,3 ton, dan kemasan 2,5 kilogram sebanyak 5,35 ton," ungkap Dirtipideksus sekaligus Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (1/8/2025).
Selain beras, polisi juga menyita dokumen penting seperti catatan produksi, data pemeliharaan mesin, legalitas perusahaan, izin edar, sertifikat merek, SOP produksi, serta dokumen pengendalian mutu.
Hasil uji laboratorium dari Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa empat merek beras PT FS — Setra Ramos Biru, Setra Ramos Merah, Setra Pulen, dan Setra Wangi — tidak memenuhi standar mutu beras premium sebagaimana diatur dalam SNI 6128:2020, Peraturan Menteri Pertanian No. 31 Tahun 2017, dan Peraturan Badan Pangan Nasional No. 2 Tahun 2023.
Penyidikan juga mengungkap adanya instruksi kerja internal PT FS yang menetapkan standar mutu tanpa mempertimbangkan degradasi kualitas selama distribusi. Bahkan, ditemukan notulen rapat tanggal 17 Juli 2025 yang memuat instruksi untuk menurunkan kadar beras patah dari 14–15 persen menjadi 12 persen, sebagai respon atas pengumuman investigasi dari Menteri Pertanian.
Polri telah menetapkan tiga tersangka, yaitu:
- Karyawan Gunarso (KG) – Direktur Utama PT FS
- Ronny Lisapaly (RL) – Direktur Operasional
- RP – Kepala Seksi Quality Control
Ketiganya dijerat dengan Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Ancaman hukuman dari UU Perlindungan Konsumen mencapai 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar, sementara UU TPPU memberikan ancaman hingga 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Langkah tegas ini menunjukkan komitmen Polri dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap distribusi pangan yang aman dan bermutu, serta mencegah praktik curang yang merugikan konsumen secara luas